Wednesday, December 19, 2012

Sebuah Catatan Tentang Awaydays Timnas


Banyak yang bilang kalo negara kita itu negara orang yang gila bola. Bahkan untuk yang lebih ekstrem lagi bahwa sepakbola sudah menjadi agama di negara ini. Lalu setali kemudian beberapa orang masih saja mengungkit-ungkit bagaimana hebatnya negara kita dulu yang pernah masuk ke piala dunia, walaupun kenyataannya waktu itu negara kita saja belum terbentuk.

Terlepas dari segala romantisme masa lalu yang meninabobokan itu, kemarin adalah awaydays pertama saya untuk mendukung timnas bermain diajang AFF Cup 2012. Memang untuk bisa ikut awaydays kali ini sudah saya rencakan sekitar setahun sebelumnya. Bagaimana masalah waktu dan biaya nantinya. Kali ini gelaran AFF Cup seperti biasa dibagi dalam dua pool yang tiap poolnya diselenggarakan pada satu negara tertentu. Tahun ini adalah giliran negara gajah putih Thailand dan Negara Malaysia yang mendapat kehormatan sebagai tuan rumah gelaran AFF Cup. Is this some coincidence atau tidak tapi Indonesia masuk dalam group Malaysia yang orang katakan group maut disaat kondisi persepakbolaan Indonesia sedang dalam tahap getir segetir-getirnya atau apalagi itu jika dapat diperibahasakan.


Kalau disuruh jujur, mungkin pengalaman paling banyak didapat ketika menonton pertandingan sepakbola itu adalah ketika awaydays. Bagaimana kita menjadi bagian minoritas dari sekumpulan orang yang pasti sangat menginginkan kita kalah tak berdaya. Namun justru disitulah inti dari awaydays. Mulai dari di intimidasi sejak sebelum pertandingan, distadion, dan bahkan pada perjalanan pulang sampai pada berujung ke aksi kekerasan. Cuma itu semua adalah resiko. Sepakbola bukanlah sebuah pertunjukan dimana ada 22 orang yang saling berebut bola, tapi lebih dari pada itu. ada ribuan bahkan jutaan orang yang menggantungkan segala macam yang dimiliki bahkan sampai harga dirinya sendiri disematkan pada olahraga yang bernama sepakbola. Jadi wajar saja ketika justru hal-hal tak penting muncul dan membesar justru diluar dari lapangan hijau sendiri. Mulai dari friksi sampai adu fisik itu sendiri.

Rencana telah dibuat dan keyakinan untuk berangkat awaydays telah bulat. Datang dengan hanya benar-benar mendukung Timnas bermain tanpa memperdulikan hasil akhir yang akan didapat. Jujur sebelum berangkat ada banyak sekali cibiran tentang niatan saya untuk datang melihat Timnas berlaga. Mulai dari bagaimana mereka menanggapi kualitas Timnas sekarang lalu merembet kepada dualisme kepengurusan. Tapi semua pun saya anggap angin lalu yang justru dengan cibiran itu membuat saya semakin yakin bahwa hanya inilah yang bisa saya lakukan untuk negara saya. Negara yang walau tiap harinya saya sumpah serapahi akan cara pengelolaanya tapi kali ini akan saya bela. Karena bagaimanapun dan seburuk apapun negara ini toh nyatanya saya lahir dan besar disini. Mau tidak mau inilah fakta bahwa Timnas Indonesia merupakan refleksi dari negara Indonesia itu sendiri. Jadi pantaslah ketika Timnas busuk then you'll know the rest of the story right?


Datang tanpa beban dan hanya ingin mendukung timnas bermain. Hanya itulah yang saya pegang. Saya realistis terhadap kondisi timnas sendiri. Bahkan ketika sebelum match melawan Singapura waktu itu saya sempat diwawancara oleh salah satu media nasional dari jakarta tentang kemungkinan hasil akhir lawan Singapura. Saya jawab waktu itu, bahwa dengan hasil imbang saja sudah sangat bersyukur, kalaupun bisa menang itu adalah suatu mukjizat. Namun nyatanya mukjizat itu benar-benar ada kala itu. Indonesia untuk pertama kalinya bisa mengalahkan Singapura berkat gol semata wayang dari AV10. Suara saya bahkan samapi habis kala itu ketika menyadari kita mampu menang! Ya menang, sebuah hal yang diluar akal sehat. Tapi nyatanya kita menang. Saya bersama dengan suporter Indonesia yang tak lebih dari 5000an orang atau bahkan kurang bersuka cita berteriak menandakan bahwa malam itu adalah malam mereka. Dengan kepala tegak dan ponggah kami pulang waktu itu dan berpesta!!

Seperti diskenario, lawan terakhir Indonesia adalah sang tuan rumah Malaysia dan merupakan laga hidup mati bagi kedua tim untuk bisa lolos ke fase semifinal, Indonesia hanya butuh seri sedangkan malaysia harus menang. Berbekal kemenangan melawan Singapura, tentu optimisme orang-orang untuk melihat timnas berlipat ganda. Dukungan pun datang, banyak suporter dari Indonesia yang berdatangan untuk laga ini. Bahkan sekitar 15.000 tiket yang disediakan KBRI waktu itu. Saya bisa katakan bahwa laga ini syarat emosi. Isu-isu panas terus saja menggelinding baik melalui social media maupun dalam situasi nyata. Media pun terus saja memainkan isu tersebut terutama media lokal. Tak pelak yang menjadi imbas adalah para suporter Timnas yang ada di malaysia. Isu akan pemukulan kembali menyeruak setelah sebelumnya pada laga setelah melawan Singapura dalam perjalanan pulang ada beberapa suporter Indonesia yang menjadi korban pemukulan suporter Malaysia.Tapi toh walau memang terjadi pemukulan saya tidak akan membahasnya terlalu dalam. Karena mungkin pertandingan tersebut akan menjadi salah satu pertandingan yang tidak akan saya lupakan sepanjang hidup saya. Kita kalah 2-0 waktu itu dan bahkan sejak gol pertama supoter Indonesia disana sudah muali mengeluh. Tak ada lagi raut optimisme di wajah mereka seperti pada saat awal-awal laga. Lemparan demi lemparan mulai masuk ke pinggir lapangan. Targetnya mulai dari anak gawang sampai ke polisi. Say ingat betul muka-muka beberapa pelempar, you sucks! Bukannya mendukung mala melempar dan duduk. Ketika Tim yang didukung butuh disupport secara moral tapi nyatanya dari suporter sendiri tidak ada respon apa-apa. Puncaknya adalah ketika gol ke dua bersarang. Satu demi satu suporter Indonesia yang sebagain besar buruh migran di Malaysia mulai pulang yang disertai cemoohan dari suporter lawan. Bahkan sekitar 10 menit sebelum laga usai tribun Indonesia sepi.



Saya masih berdiri berteriak dan maju ke pagar pembatas terdepan bersama dengan beberapa teman2 suporter yang sebagian besar saya tahu mereka adalah suporter yang datang dari Indonesia. Kami tak henti berteriak dan bertepuk tangan untuk Timnas kala itu dan berharap ada mukzizat kedua bagi Timnas dimalam itu. Tapi kenyataan berjalan lain. Timnas kalah, tapi itu tak menyurutkan suara saya dan teman-teman lain. Kami masi berteriak menyebut nama Indonesia. Ya, dan hanya itulah yang bisa kami lakukan untuk mengobati kekecewaan pada malam itu atau paling tidak hanya ini yang bisa kami lakukan untuk membalas segala kerja keras pemain Timnas dilapangan. Dan untuk pertama kali dalam hidup saya, ada tetes air mata yang membasahi pipi saya waktu itu. Saya menangis sembari berteriak nama negara saya di depan para pemain timans yang menghampiri kami di akhir laga. Negara yang selalu saya cemooh ini berhasil membuat saya menangis hanya karena menyebut namanya. Kami kalah waktu itu, kami tertunduk lesu. Tapi kami semua yang tersisa di pertandingan itu masi bisa bangga. Tak akan pernah ada yang sia-sia untuk apa yang dilakukan.

Ketika pulang, ada seorang teman menghampiri dan berkata pada saya. Kira-kira seperti ini yang diucapkan "ngapae pake baju timnas, wong yang maen aj bukan timnas yang jago kok" panas kuping saya mendengar ucapannya waktu itu dan saya timpali"timnas itu cuma satu, ya timnas Indonesia dan bukan yang lain!" dan  yakinlah tidak ada yang sia-sia ketika mendukung apa-apa yang kita cintai khususnya dalam hal ini Timnas Indonesia. Karena toh kita sama-sama tahu ngga ada yang benar-benar bisa dibanggakan dengan Timnas. Tapi jika cinta, semua akan berbeda karena semua sekat itu akan hilang. Baik dan buruk itulah Timnas Indonesia. Terserah penilaian orang dengan Timnas, tapi saya akinkan pada diri saya sendiri bahwa saya akan tetap mendukung mereka dimanapun mereka berlaga. And the next destination will be Piala Asia! Ciao...

No comments: