tag:blogger.com,1999:blog-16925327164665025622024-02-07T16:20:06.390+07:00perfect heaven spacesibonbonhttp://www.blogger.com/profile/13273354536635898845noreply@blogger.comBlogger120125tag:blogger.com,1999:blog-1692532716466502562.post-54273543080976112722015-10-05T09:36:00.001+07:002015-10-05T09:36:22.223+07:00Lost<p dir="ltr">Tak kan ada yg pernah tau kapan ajal datang. Bagimu dia datang dengan menyakitkan. Tapi percayalah, yang kau tinggalkan disini pun jauh lebih sakit daripada segala penderitaanmu tadi pagi.</p>
<p dir="ltr">Now, have take a rest. Heaven is all yours. Sorry for all the things that make you sad or mad.</p>
<p dir="ltr">Maaf karena lalai dalam menjagamu.</p>
sibonbonhttp://www.blogger.com/profile/13273354536635898845noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1692532716466502562.post-20173771499150487072014-10-04T11:10:00.001+07:002014-10-04T11:10:25.985+07:00Dialog Imajiner+ Kalo ada sesuatu mbok ya di ceritain.<div>
- Tapi kita ngga pernah bisa semudah itu untuk bisa bertukar cerita.</div>
<div>
+ Tapi kan bisa dicoba sedikit demi sedikit?</div>
<div>
- Sudah kok, beberapa tahun ini sih sudah agak mulai cair cm ya masih di masalah umum aja sih.</div>
<div>
+ Lha? kenapa ga bahas yang lebih privasi?</div>
<div>
- Ngga semudah itu. Dari awal memang settingan dan didikan kita menjadikan kita seperti itu.</div>
<div>
+ Settingan?</div>
<div>
- Iya, lingkup kehidupan yang membuatnya semuanya menjadi seperti sekarang ini.</div>
<div>
+ Dan kamu ngga ingin merubah semuanya supaya lebih baik?</div>
<div>
- Sudah, paling tidak saya lebih dekat dan menjaganya.</div>
<div>
+ Definisi dekat macam apa yang hanya untuk bertukar cerita saja kau tidak mau melakukannya.</div>
<div>
- Paling tidak menurutku aku sudah melakukannya dengan tindakanku.</div>
<div>
+ Dan kau berpikir bahwa orang-orang disekitarmu memiliki sense yang sama untuk tahu apa2 yang kau ingin bicarakan dengan gerakanmu?</div>
<div>
- Iya, aku berpikir seperti itu.</div>
<div>
+ Kok naif sekali kamu. Bukan berarti dengan kau punya rasa sensitif yang besar hal itu juga ada di tiap orang lain kan?</div>
<div>
- Ya paling tidak aku sudah mencobanya kan. </div>
<div>
+ Dan sampai kapan akan memendam semuanya? mengorbankan sesuatu yang dulu kau idam-idamkan?</div>
<div>
- Entahlah, pikiranku sendiri selalu kacau ketika memikirkannya.</div>
<div>
+ Lalu apa yang membuatmu bertahan sedalam ini?</div>
<div>
- Mungkin sebuah rasa penyesalan dan juga ketakutan akan rasa bersalah yang nantinya tidak ada gantinya lagi, </div>
<div>
<br /></div>
sibonbonhttp://www.blogger.com/profile/13273354536635898845noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1692532716466502562.post-45966616380659539352014-06-18T22:34:00.001+07:002014-06-18T22:35:42.594+07:00Mendahului Keputusan<div style="text-align: justify;">
Suasana riuh rendah dan gelak tawa di acara itu membuatnya ikut terbawa suasana. Menikmati alunan musik daerah yang sudah sangat jarang ia dengar. Bertemu orang-orang baru yang sebelumnya ia tak pernah kenal. Namun tiba-tiba kenangan itu menyergap masuk ke dalam alam bawah sadarnya secara tiba-tiba. Kenangan yang menyergapnya untuk kembali mengundang ingatan akan pengalaman-pengalaman yang tak mengenakkan. Tubuhnya lemas, kakinya perlahan melambat. Semakin mendekat pikirannya semakin tak tenang. Dia semakin menjadi-jadi bermain dengan ingatannya. Mulai dari satu peristiwa ke peristiwa yang lainnya. Manuskrip akan segala peristiwa hidupnya tersaji. Dia bisa saja menghentikan ingatan itu, tapi alam bawah sadarnya sudah terlanjur tak berdaya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ada trauma mendalam pada dirinya. Trauma yang tak pernah dia bagi kepada siapapun, dia pendam sendiri. Ketakutan akan penghakiman orang lain akan apa yang dirasakannya sudah cukup membuatnya mengurungkan niat untuk sekedar berbagi rasa sakitnya. Trauma itu mengendap sudah cukup lama tanpa dia sadari sedikitpun. Dia masih saja selalu mengelabuhi traumanya sendiri. Dipikirnya dia mampu mengendalikan traumanya, tapi sebaliknya. Dia semakin lemah akan dirinya sendiri juga akan rasa traumanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sebuah dilema besar akan keputusannya sendiri. Dia jelas dengan sangat sadar berbeda dengan yang lainnya. Apa yg telah dialaminya lah yang membuatnya seperti sekarang. Masa lalunya menempatkan dia pada posisi pesimis terhadap masa depannya sendiri. Keyakinan untuk bisa hidup seperti orang lain pada umumnya terlihat semu dimatanya sendiri. Adanya sebuah harapan pun makin lama bak seperti oase. Tidak ada yang benar-benar membuatnya yakin. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kali ini dia semakin mendekati bibir panggung. Segera dia hentikan ingatan-ingatan itu. Kesadarannya pun kembali menguat. Dilemaskannya otot-otot pada mukanya, dia tak mau terlihat sedih didepan para penghajat pesta itu. Senyumnya mulai terurai secara perlahan begitu dia menggapai tangan-tangan sang penghajat pesta. Dicobanya untuk melupakan segala macam kegusarannya. Dia ganti itu semua dengan senyum seperti tamu undangan lainnya. Paling tidak dia bisa menahan itu sampai kembali turun dari panggung. Sekali lagi dia tak mau membagi perasaan sedihnya itu kepada orang lain. Dibawa matipun tak apa pikirnya, asal orang disekitarnya tetap diam.</div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Mengutuk masa lalu memang bukanlah sesuatu yang buruk, namun ketika mencoba mendahului masa depan, cobalah balik melihat ke dalam. Sudah merasa lebih besarkah dirimu dibandingkan dengan Tuhan.</div>
sibonbonhttp://www.blogger.com/profile/13273354536635898845noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1692532716466502562.post-49564735325480513152014-06-16T21:16:00.000+07:002014-06-16T21:19:26.995+07:00Plot<div style="text-align: justify;">
Aku membuat plotku, sedang kamu juga sibuk dengan plotmu sendiri. Merangkainya sedemikian rupa, yang menjadikan turunannya berupa sub-sub plot tertentu. Plotku jelas sangat berbeda dengan apa yang kau miliki. Tak ada sebuah kemiripan sama sekali layaknya sebuah disclaimer yang sering terpampang pada cerita-cerita fiksi. Jalur plotku dan plotmu pun jauh berseberangan. Asik dengan sendirinya dan tak menghiraukan satu dengan yang lain, walau kadang aku dengan keingintahuanku, dengan samar-samar aku melihat jalur plotmu dari tempatku berada. Plotmu kadang berputar-putar tak tentu arah, sama seperti yang kadang aku lakukan. Atau suatu waktu plotmu banyak bersinggungan dengan plot orang lain yang aku kenal. Ya, aku bisa melihatnya hanya dengan berbekal rasa keingintahuanku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Suatu waktu, entah mengapa secara tak sadar jarak yang biasanya memisahkan garis plotmu dan garis plotku menjadi semakin mendekat. Plot kita berjalan sangat cepat waktu itu tanpa kita sadari satu dengan yang lain. Lama-lama mendekat dan akhirnya bersinggungan. Plot kita bersingunggan untuk kali pertamanya. Tak ada yang istimewa pada mulanya, namu ketika ketersinggungan plot itu menjadi semakin sering. Lalu apa daya ketika muncul sebuah percikan kecil yang menarik untuk munculnya sebuah subplot bersama. Mencoba untuk mensejajarkan dua plot yang awalnya sungguh sangat berbeda nyatanya memang susah. Tak ada ikatan yang saling mengikat antar plot, termasuk juga milikku
dan milikmu. Semua berjalan menuliskan jalan nya sendiri-sendiri seperti
biasanya. Tak berpola dan sesukanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mungkin akan agak memaksa ketika harus berupaya terus mensejajarkan dua buah plot untuk selalu berjalan beriringan. Tidak mungkin rasanya mengatur sedemikian rupa agar segala sesuatu terlihat wajar di mata. Bukankah akan menjadi sebuah ke otoriteran ketika selalu menginginkan semuanya bagus pada tempatnya sesuai dengan sudut pandang orang pertama. Toh pada kenyataannya, sebuah keseragaman lebih banyak menghasilkan perpecahan dibandingkan dengan keberagaman. Ego yang memuncak pada akhirnya harus mau berkompromi dengan keadaan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku masih menunggu plotmu dengan plotku untuk saling bersinggungan, saling beriris, dan memunculkan subplot-subplot baru dalam perjalanan plot besar masing-masing dari kita. Walau entah kapan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
sibonbonhttp://www.blogger.com/profile/13273354536635898845noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1692532716466502562.post-18438966991596374902014-05-29T18:05:00.006+07:002014-05-29T18:05:59.440+07:00Sebuah Pesan dari Keterputus-asaan<div style="text-align: left;">
Sebuah sudut yang menyajikan kita tempat dimana tidak ada lagi sebuah celah untuk kemanapun. Terpojok karena terus dihimpit. Tak ada ruang mengelak sedikit pun. Kemudian seketika keterputus-asaan datang menghampiri. Tak banyak yang dibawanya selain dari sebuah kesunyian yang sangat amat dalam merasuk.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Ketersudutan yang akan memunculkan sebuah ketidakmampuan untuk berpikir akan apa yang sudah direncanakan sebelumnya. Menumpulkan segala macam daya pikir ataupun hanya sekedar untuk berimajinasi. Suasana gelap dan kalut yang terasa menyesakkan yang makin lama semakin menjadi. Berpikir untuk sekedar meminta pertolongan, akan tetapi lalu menyadari bahwa tiada lagi yang ada disekitar. Toh jikalau ada, bukankah rasa percayamu akan orang lain sudah tidak ada sebelumnya. Percuma saja kemudian jika tetap mengharap iba orang. </div>
<br />
Pada akhirnya segala pilihan terakhirmu hanyalah sebuah remah-remah yang tersisa dari sebuah pesta besar dari alam semesta. Tak akan ada lagi opsi tawar menawar yang diberikan. Cuma ada satu, ambil yang tersaji atau silahkan pergi untuk kembali meratapi segala keluh kesahmu sendiri.sibonbonhttp://www.blogger.com/profile/13273354536635898845noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1692532716466502562.post-44018214603549672552014-04-29T21:35:00.001+07:002014-04-29T21:42:41.082+07:00Rival<div style="text-align: justify;">
Tabiat itu bak gen yang sudah sangat lekat melekat dengan darah mereka. Mengalir deras kesetiap sendi tubuh mereka yang kemudian diimplementasikan dengan perbuatan yang mereka kira wajar. Tak pernah merasa bersalah dan selalu jumawa kepada siapapun, padahal hanya ego dan kefanatikan semu yang kalian punya. Maaf jika saya harus mengatakan seperti itu, tapi itulah yang saya lihat sampai kejadian tadi sore. Tidak ada itikad baik dari pada menyambung sebuah benang kusut hasil dari keburukan masing-masing dari kita di masa lalu. Seakan merasa paling besar dan tua, tapi toh itu masa lalu. Tak perlulah membanggakan yang dulu kalau justru semakin kemari yang ada kalian hanya semakin mundur.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mungkin jika almarhum ayah saya masi hidup sampai sekarang, beliau masi akan ada di bagian mereka. Menjadi penonton di salah satu sudut tribun itu. Berteriak apapun kepada punggawa-punggawa yang berlari dilapangan dan sesekali mengumpat kepada siapapun yang beliau mau. Dan saya sendiri akan berdiri di seberang sisi beliau. Bukan untuk memusuhi, namun untuk kali ini saya memutuskan untuk berbeda pandangan dengan beliau. Entah beliau akan marah atau tidak, tapi semoga dia paham. Mungkin beliau tidak sempat melihat anaknya ini menyukai apa-apa yang beliau coba kenalkan pada saya waktu kecil. Tapi percayalah, bahwa kali ini saya benar-benar lebih dari pada sebuah arti cinta pada hal ini. Walaupun berbeda tapi saya sendiri tak bisa membohongi diri saya sendiri akan dimana letak kebanggaan saya itu letakkan. Bolehkah dikata kalau biarlah kita mejadi rival selama 90 menit tapi setelah itu kembali kita menjadi sebuah keluarga yang saling melengkapi.</div>
<br />
<i>"Logo candi di dada itu akan selalu saya puja, karena disitulah ada tempat untuk kebanggaan saya berada.</i>"sibonbonhttp://www.blogger.com/profile/13273354536635898845noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1692532716466502562.post-71207802797506223102014-04-29T00:29:00.002+07:002014-04-29T00:29:47.368+07:00Konektivitas<div style="text-align: justify;">
Membuncah bahagia kemudian memuntahkan semuanya.<br />Beriang gembira lalu terpuruk tak tahu kemana harus menyelinapkan murung berada.<br />Selalu bergidik dan menyangkal tapi dalam hati menuai rasa penasaran.<br />Sampai pada akhirnya selalu ada batas akhir pada apapun itu tak terkecuali.<br />Melepaskan entah harus dengan berat hati atau diiringi dengan sorak sorai.<br />Melupakan apakah nantinya dengan terpaksa atau berlalu secara sendirinya.<br />Suatu akhir yang nantinya akan berakhir.<br />Hilang tak berbekas.<br />Menjadi abu kemudian berhambur.<br />Segalanya yang membuatmu bahagia dengan cepat, maka seketika akan membunuhmu setelahnya. </div>
<br />
<br />sibonbonhttp://www.blogger.com/profile/13273354536635898845noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1692532716466502562.post-14405841309227645972014-04-29T00:27:00.001+07:002014-04-29T00:27:09.483+07:00ke-Aku-an<div style="text-align: justify;">
Menjadi diri sendiri yang betul-betul disadari secara sadar bahwa akulah aku tanpa ada sebuah ke-aku-an yang dibuat-buat nyatanya memang susah. Karna toh kita tidak bisa lepas dari orang lain. Persepsi dan label yang akan selalu mengiringi setiap langkah yang kita buat. Entah itu baik atau buruk, kita terima dengan lapang, acuhkan, atau bahkan yang akan kita lawan sampai kita mampus nantinya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tidak ada yang gampang sekarang, bahkan untuk sekedar hidup pun susahnya setengah mati. Jikalau hidup semudah apa yang dikatakan oleh para motivator-motivator itu, tentulah bangsa ini tak memerlukan keringat dalam mendirikannnya. Cukup dengan modal jongos dan bantal untuk membangun mimpi didalamnya. Tapi tau apalah saya akan sebuah susahnya hidup, jika keluh kesah hidup saya hanya terjadi di dunia perkicauan yang berharap tiap orang yang membacanya merasa iba kemudian menanggapinya dengan respon yang menyenangkan sesuai keinginan. Jikalau tidak ada yang merespon, cukuplah hanya tinggal membuat kicauan yang lebih mendramatisir lagi. Tak perlulah saya berbicara terlalu lama masalah susahnya hidup jika hanya masalah baterai hape yang tersisa hanya 20% saja sudah membuat saya panik tak karuan, atau ketika jaket branded saya terkena noda makanan mahal yang saya beli sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Hidupmu adalah hidupmu, begitu pula dengan ku. Yang menyangkut pautkan hanyalah kebaikan-kebaikan yang kita lakukan apapun itu. Selain itu, itulah urusanmu dan urusanku sendiri. Tak perlulah ingin tahu yang berlebih. Karna kadar keingintahuan milikmu dan milikku ini sungguh mengerikan jika kau tau. Toh ketika kau tau lebih, benarkah itu akan membantumu dalam menjalani hidupmu? Atau justru sebaliknya? Karna ada saatnya bahwa menjadi orang yang tidak tahu akan apa-apa itu sungguh sangat menyenangkan.</div>
<br />
<br />sibonbonhttp://www.blogger.com/profile/13273354536635898845noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1692532716466502562.post-17255783685769328442013-11-29T22:42:00.001+07:002014-04-29T00:33:34.399+07:00Ketika Memilih Menjadi Sebuah Syarat Untuk Hidup<span style="font-size: small;">Katanya hidup itu hanya sebatas pilihan.<br />Yang tiap pilihannya menuntun ke pilihan lainnya.<br />Namun Siapa bilang memilih itu mudah.<br />Ketika yang dipilih justru membuat kelanjutan hidup semakin payah.</span><br />
<span style="font-size: small;">Menjadi menyebalkan ketika jalan hidup hanya ditentukan dari sebuah pilihan.</span><br />
<span style="font-size: small;">Kemudian betapa mirisnya saya yang hanya utk lolos tes psikotes saja saya terus saja berkeluh kesah.<br />Bagaimana mungkin memilih hanya untuk sebatas mampu melanjutkan hidup.<br />Dari dulu selalu mencoba memilih membuat orang lain disekitar bahagia.<br />Namun ketika satu persatu dari mereka pergi membawa kebahagiaan yang mereka dapati.<br />Sendiri kemudian menyadari betapa menyedihkannya diri ini sendiri hingga lupa bagaimana cara untuk membahagiakannya kembali.<br />Menjadi pamrih kah kemudian yang jadi pertanyaan?<br />Untuk saat ini siapa yang perduli dengan kata itu dihati.</span><br /><br /> <br />
<span style="font-family: '.Helvetica NeueUI'; font-size: x-small; line-height: 24px;"><br /></span>sibonbonhttp://www.blogger.com/profile/13273354536635898845noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1692532716466502562.post-45477439383539151762013-06-28T23:47:00.000+07:002013-06-29T00:01:41.450+07:00BanalMenjadi banal akan segala sesuatu, terutama ketika menyangkut dirimu didalamnya. Menyangka semuanya benar. Mengesampingkan segala macam logika berpikir dan intuisi. Imaginasi dan ekspektasi tinggi terus saja diputar berkali-kali dalam kepala. Mendayu-dayu di telinga. Membuyarkan apa yang disebut dengan fakta.<br>
Kamu semu, tapi justru kesemuanmya itu yang menjadi candu. Yang membuatku lama tak tersadar dan tak terasa semakin jatuh ke dasar. Terbenam dan makin tak terlihat. Mati kemudian.sibonbonhttp://www.blogger.com/profile/13273354536635898845noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1692532716466502562.post-75939946835939654412013-06-20T23:01:00.001+07:002013-06-20T23:01:16.496+07:00SederhanaTak ada yang sebenarnya lebih indah daripada sebuah kesederhanaan.<br />
Bahwa kebahagiaan itu sederhana, tapi untuk mencapai sebuah keserhanaan itu sendiri sebenarnya tidak sesederhana yang diharapkan.<br />
Ada sebuah kompleksitas yang luar biasa dibaliknya. Menyatukan segala fragmen kebahagian yang sangat besar untuk dikerucutkan menjadi sebuah hal kecil yang sering kali terlupakan dalam pikiran kita.<br />
Berpikir jauh kedepan hanya untuk menemukan sebuah kesederhanaan padahal justru didepan mata sendiri hal itu bisa ditemukan. <br />
<br />
Teringat, Suatu sore itu kita bertemu dalam sebuah percakapan sederhana.<br />
Saling bersapa secara sederhana yang diselingi dengan beberapa tawa kecil didalamnya.<br />
Berjalan beriringan dengan langkah sederhana. Tiap satu langkah kaki diikuti oleh langkah kaki berikutnya. Aku didepan dan kau tepat dibelakang. Namun kadang saling mensejajarkan diri.<br />
Sederhana, Hanya sebuah keserhanaan yang diinginkan. Tak ingin terlalu berlebihan. Karena hanya dengan adanya aku dan kamu segalanya sudah tercukupkan.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
sibonbonhttp://www.blogger.com/profile/13273354536635898845noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1692532716466502562.post-65576404616336912852013-05-15T08:18:00.000+07:002013-05-15T08:18:02.245+07:00The Call<div style="text-align: center;">
<br /><iframe allowfullscreen="" frameborder="0" height="281" src="http://www.youtube.com/embed/sXcjpm5gCg8?rel=0" width="500"></iframe>
</div>
<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
*<span style="font-size: x-small;">It started out as a feeling<br />
Which then grew into a hope<br />
Which then turned into a quiet thought<br />
Which then turned into a quiet word<br />
And then that word grew louder and louder<br />
'Til it was a battle cry<br />
I'll come back when you call me<br />
No need to say goodbye</span></div>
sibonbonhttp://www.blogger.com/profile/13273354536635898845noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1692532716466502562.post-25843115543715229902013-04-22T20:02:00.001+07:002013-04-22T20:02:12.977+07:00PerpisahanApakah yang namanya perpisahan itu harus dibarengi dengan duka?<br />
Tidak sudikah bahagia untuk sekedar membagi waktu bersama saling menemani sebuah perpisahan dengan tanpa adanya duka bersama mereka. Cukup hanya sebuah kebahagiaan dan sebuah perpisahan yang sederhana, tidak lebih.<br />
Ataukah memang setiap hal yang berlawan akan selalu bermusuhan sampai esok kapan kelak?<br />
Tak akan pernah ada solusi diantara keduanya karena memang nyatanya sudah ditakdirkan untuk berlawanan.<br />
Apakah dengah angkuhnya kebahagiaan melupakan masa dimana dia pernah singgah dan bermain-main dulunya lalu acuh dengan perpisahan?<br />
<br />
Karena sungguh dengan meninggalkanmu, ada luka baru yang jelas akan membekas.<br />
Menjadi bagian yang tak terhilangkan.<br />
Penanda bahwa dulu ada duka yang pernah singgah didalamnya.<br />
<br />
Untuk kali ini, tidak ada terselip ucapan selamat tinggal. Karena berharap hari esok, semesta akan mempertemukan kita lagi dengan caranya sendiri sama seperti pertama kali kita bertemu.sibonbonhttp://www.blogger.com/profile/13273354536635898845noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1692532716466502562.post-15512895706208662002013-04-20T23:36:00.001+07:002013-04-20T23:40:40.133+07:00Masihkah Mau Menunggguku?<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiKGOIQp5l4v2DKkJsX0kOpSTxeQuMDhY-6uZCYyhB5usOf5ZWgnRQNofMQZY8HZVasrLmbS5T9cG2smJmpNmtQwnK0Il_7VkAtSNwUJUv2II8oIlQ7AOs0QJo_w9cQsU8oppHwhWnyJIs/s1600/tumblr_mjlrwzv7pP1qf3baro1_500.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiKGOIQp5l4v2DKkJsX0kOpSTxeQuMDhY-6uZCYyhB5usOf5ZWgnRQNofMQZY8HZVasrLmbS5T9cG2smJmpNmtQwnK0Il_7VkAtSNwUJUv2II8oIlQ7AOs0QJo_w9cQsU8oppHwhWnyJIs/s320/tumblr_mjlrwzv7pP1qf3baro1_500.jpg" width="320" /></a></div><div style="text-align: center;">image source: <a href="http://dharbin.tumblr.com/post/45267584899/four-birds-in-the-woods-detail-from-this-giclee" target="_blank">dharbin</a></div><br />
Apalagi hal yang paling tidak disukai selain menunggu. Tapi celakanya justru itulah yang kita temui setiap saat dan dimanapun kita berada. Berapa banyak waktu hidup kita terbuang dengan yang namanya menunggu. Suka tidak suka menunggu menjadi bagian tak terelakkan dari hidup kita tapi toh nyatanya hal tersebut belum benar-benar bisa menyakinkan alam bawah sadar kita untuk bisa benar-benar menerimanya. Berbeda dengan segala kebiasaan yang lainnya, yang ketika itu terjadi berulang-ulang dan dilakukan secara masif maka secara tidak sadar alam bawah sadar kita akan menerima itu dengan hati yang lapang dan membuatnya seolah-olah tidak ada masalah dengannya. Tapi lagi-lagi itu tidak terjadi dengan yang namanya menunggu. Dia seolah-olah menjadi sesuatu yang pantas dimasukkan kedalam hal-hal haram yang menjauhkan diri kita dari surga.<br />
<br />
Dilematis ketika menunggu menjadi pisau bermata dua. Disatu sisi kita membencinya habis-habisan tapi nyatanya kita sendiri juga suka bermain-main dengannya. Berapa banya kita mengumpat akan orang-orang yang berhasil membuang waktu kita secara percuma tapi dilain waktu kita juga berhasil melakukannya pada orang lain. <br />
<br />
Ada banyak ketidakpastian dalam hidup ini, terkecuali menunggu. Karena toh menunggu adalah sebuah keniscayaan yang sudah kita alami sedari sebelum dibentuk didunia sampai nantinya akan di alam akhirat kelak. Bagaimana kontrasnya kita dengan suka citanya menunggu untuk dilahirkan tapi disatu sisi dengan muram durjananya kita membenci untuk masuk dalam antrian menunggu ajal kita masing-masing. Ketika mengumpat sebanyak apapun tidak mampu mengubah apa-apa dari proses menunggu maka mungkin bersabar dan bertoleransi kepadanya menjadi hal terakhir yang harus dilakukan. Menunggu itu adalah sia-sia, ya mungkin itu menurutmu, tapi nyatanya tengoklah Tuhan mu yang tak pernah berhenti untuk menunggumu kembali kejalan yang benar dan selalu merindukanmu untuk kembali kepada Nya dalam keadaan yang bersih. <br />
<br />
Jadi, masihkah mau menungguku?sibonbonhttp://www.blogger.com/profile/13273354536635898845noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1692532716466502562.post-57944890978643946782013-04-01T18:11:00.001+07:002013-04-01T18:13:38.492+07:00I'm A Sinner, I Like It That Way<blockquote class="tr_bq">
"Counting others people's sins doesn't make you a saint" -unknown</blockquote>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Selama masih menjadi apa yang disebut dengan manusia, tentu tidak akan terlepas dari apa pun itu yang namanya dosa. Semakin bangga dengan mengatakan bahwa dirinya suci justru membuatnya terlihat menyedihkan. Bagaimana tidak, dengan bangganya dia menyebut dirinya lebih baik daripada orang lain. Menurut dirinya sendiri mungkin, tapi aspek orang lain justru ia singgirkan dan hanya digunakan sebagai pembanding kecil.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saya hidup penuh dosa dan saya menyadarinya. Berapa banyak umpatan, sumpah serapah, ghibah yang tak terhitung lagi jumlahnya, dan air ludah yang saya telan sendiri dan lain sebagainya yang keluar dari mulut ini. Tak terhitung banyaknya pandangan ini melihat sesuatu yang bukan seharusnya untuk dilihat. Ada berapa kilogram bagian dari tubuh saya ini yang mungkin hasil dari perbuatan saya mengambil hak dari orang lain. Dan akan masi banyak banyak lainnya. Saya jelas paham dengan apa yang lakukan itu termasuk hal-hal yang sangat tak layak untuk menjadikan diri saya ini sebagai penghuni surga kelak yang seperti orang-orang idamkan namun terlihat jauh panggang dari api. Dan bahkan yang sedang saya tulis ini pun bisa jadi sedang dihitung oleh malaikat untuk menjadi dosa tambahan bagi diri saya sendiri. Tidak ada yang tahu persis definisi dosa. Yang diketahui hanyalah yang tertulis dan yang dirasa. Sedang rasa itu sungguh sesuatu yang kadarnya saja sukar untuk dihitung.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saya bersalah dan saya meminta maaf. Perkara saya hanya sampai disitu. Karena bagi saya, ketika seseorang berbuat salah kepada saya jelas saya akan memaafkan nya terlepas nanti saya berniat akan balas dendam kepadanya itu urusan dosa saya yang lain. Ya, forgiven but not forgotten! Mind that...</div>
sibonbonhttp://www.blogger.com/profile/13273354536635898845noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1692532716466502562.post-32901303469997683132013-03-14T21:40:00.000+07:002013-03-14T21:40:24.787+07:00BianglalaAku terdiam berada di dalam kapsul. Kapsul yang berputar searah jarum jam. Pelan dan selalu konstan. Tak pernah terburu-buru untuk mengabiskan setiap putarannya. Bahkan setiap derajat pergerakannya bisa aku rasakan melalui kursi yang aku duduki. Kadang untuk sesekali memberanikan diri untuk melihat apa saja yang sedang terjadi di luar sana melalu kaca buram yang menempel pada tiap kapsul. Buram karena memang disengajakan untuk menjadi buram. Untuk kemudian kembali duduk merasakan tiap-tiap derajat yang dilalui.<br />
<br />
Sebuah kenyamanan. Merasa aman karena hanya aku sendiri yang ada didalam kapsul. Tak ada yang menggangu. Paling hanya dingin dan panas sesekali yang masuk melalui celah-celah sambungan dinding kapsul yang mulai berkarat. Masih terdiam dan kali ini lebih hening, yang keheningan itu biasanya akan memuncak ketika si kapsul tepat berada di ujung terbawah dari putaran. Tak ada suara yang benar-benar terucap kali ini. Hanya perasaan yang mengikuti irama putaran dari kapsul. <br />
<br />
Glek.. Putaran berhenti tepat pada posisi terbawah. Tak bergerak dan terus diam. Ketakutanku semakin menjadi. Entah apa yang membuatku kali ini memberanikan diri mendekati pintu kapsul yang untuk sebelumnya aku jauhi benar-benar. Sedikit demi sedikit pancaran sinar matahari membuat mata ini memejam. Tak kuat menahan silaunya. Satu langkah keluar dan kemudian langkah selanjutnya mengikuti.<br />
<br />
Kapsul itu tetap diam. Bahkan ketika aku tepat berdiri diluarnya. Berpaling mata ini darinya yang kemudian disusul sebuah tangan yang secepat kilat merangkul lenganku untuk melenggang menjauh dari si kapsul. Tanpaku sadari, diri ini semakin menjauh. Menjauh dan jauh tanpa tahu akan kemana. Barulah sadar bahwa ketika itulah dirimu ketika pertama kali menarikku menjauh dari kapsul ku.<br />
<br />
Asing. Siapa kamu yang tiba-tiba datang menarikku menjauh dari area permainanku sendiri. Yang mencoba mengambil setiap detik berhargaku dengan kapsulku. Mencoba menolak, tapi nyatanya diri ini selalu saja mengikuti arahan tarikanmu. Semakin hilang dan tak tahu akan kemana. Tak punya keberanian. Dan kembali tersadar bahwa nyatanya keberanian ku selama ini hanya sebatas ruang kapsul ku yang tidak bisa membantuku sama sekali.<br />
<br />
Bahwa rasa sayang itu tidak terjadi secara tiba-tiba melainkan dibuat secara perlahan-lahan, maka kali ini aku akan mengamininya dengan sungguh-sungguh. <br />
<br />sibonbonhttp://www.blogger.com/profile/13273354536635898845noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1692532716466502562.post-9644884943243356912013-02-20T19:31:00.000+07:002013-02-20T19:31:37.187+07:00jatuh mencintaimu<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiGjAZb0gGIsYp0P4Q2FST9P5Ihuj_8qw8qKu2DUQs0EvpuZ8sHhcPW8XW5Anbfbt2B6bDU-MnxJjE0XQJwxX7E3EO_29niW4kRMJxgNc2swhkMwyo-nTYOl1R63_RQkf5zaLprZu9i2bI/s1600/tumblr_mihnvjLB1V1qzs7m3o1_500.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="266" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiGjAZb0gGIsYp0P4Q2FST9P5Ihuj_8qw8qKu2DUQs0EvpuZ8sHhcPW8XW5Anbfbt2B6bDU-MnxJjE0XQJwxX7E3EO_29niW4kRMJxgNc2swhkMwyo-nTYOl1R63_RQkf5zaLprZu9i2bI/s400/tumblr_mihnvjLB1V1qzs7m3o1_500.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
<blockquote class="tr_bq">
"Jikalau disuruh memilih, Aku tidak akan memilih untuk jatuh cinta kepadamu, melainkan lebih memilih untuk mencintaimu."</blockquote>
<blockquote class="tr_bq">
Karena jatuh cinta merupakan proses yang terjadi secara spontan sedangkan dengan mencintaimu, aku berarti dengan penuh kesadaran telah memilihmu untuk menjadi kekasihku.</blockquote>
--------------------------------------------<br />
<span style="font-size: x-small;">images by <a href="http://photo.net/photodb/user?user_id=2304190" target="_blank">marchin sacha </a></span>sibonbonhttp://www.blogger.com/profile/13273354536635898845noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1692532716466502562.post-71012197092748879072013-02-08T19:05:00.000+07:002013-02-08T19:05:15.611+07:00Pilihan Terakhir Dari Sekian Banyak Pilihan<blockquote class="tr_bq">
"Well, if you don't like it, you know what you the solution is, don't you?" yelled Hermione; her hair was coming down out of its elegant bun now, and her face was screwed up in anger.<br />
"Oh yeah?" Ron yelled back. "What's that?"<br />
"Next time there's a ball ask me before someone else does and not a last resort!"<br />
Ron mouthed soundlessly like a goldfish out of water as Hermione turned on her heel and stormed up the girls' staircase to bed.</blockquote>
<br />
Menjadi yang terakhir. Menjadi bagian dari sebuah rencana besar, namun hanya sebatas rencana cadangan paling akhir ketika semua rencana gagal dilaksanakan. Siapa yang mau menjadi yang terakhir ketika semua orang berlomba-lomba untuk mejadi yang pertama.<br />
<br />
Jikalau memang terbesit dipikiranmu untuk menjadikan orang lain sebagai pilihan terakhirmu atas ketidak mampuanmu menggapai standard yang kau buat sendiri. Maka jangan salahkan orang lain ketika nantinya tiada satupun yang kau dapat pada akhirnya. Belajarlah untuk menghargai orang sebelum dirimu sendiri minta dihargai orang lain.<br />
<br />
<br />
<br />sibonbonhttp://www.blogger.com/profile/13273354536635898845noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1692532716466502562.post-11092582657744214242013-02-05T20:42:00.000+07:002013-02-05T20:42:10.047+07:00ShasaDiam dia dalam tidur dan sesekali menggerakkan kedua tangannya sembari mencoba membuka mata kecilnya. Tapi buru-buru niat itu ia urungkan karena organ tubuhnya belum mampu menerima sesuatu yang terang. Dia kembali tidur pulas seperti biasa. Namanya Shasa. Perempuan berumur 10 hari yang saya temui kemarin, berkulit putih halus, tinggi, dan berhidung mancung dengan jari-jari tangannya yang panjang. Namun sayang, ketika kelahirannya harus disembunyikan dari khalayak ramai. Jauh dari hingar bingar kebahagiaan pada umumnya. Sepi dan sendiri bersama orang yang bukan orang tuanya yang seharusnya setiap saat ada untuk mengasihinya. Atas nama jalan terbaik bagi kelangsungan hidup kedua orang tuanya dia harus diasingkan sementara waktu.<br />
<br />
Ditawarinya saya untuk menimangnya. Ah, tidak kataku. Cukup memandanginya saja saya sudah senang bukan kepalang. Melihat dia tersenyum seakan tiada menghiraukan segala macam hal yang akan dia hadapi kedepannya. Mengacuhkan keberadaan tiap-tiap manusia yang mencoba menanyakan tentang asal usulnya. Miris rasanya. Hanya doa saja yang kemarin sempat saya selipkan kepadanya yang disusul dengan sebuah senyum simpul dari bibir kecilnya.<br />
<br />
Menjadi ayah dari seorang gadis mungil polos berumur sepuluh hari. Yang bahkan warna kulitnya pun masih merah. Mimpi apa saya semalam?sibonbonhttp://www.blogger.com/profile/13273354536635898845noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-1692532716466502562.post-48443433518595258792013-01-21T23:44:00.002+07:002013-01-21T23:45:17.191+07:00Masa Depan Seperti Apa?pelan tapi pasti, kenyataan itu pasti akan datang.<br />
kenyataan akan segala hal yang terabai.<br />
tak terindahkan namun secara perlahan terus menambah.<br />
<br />
siapa yang tak perduli dengan masa depan sekarang?<br />
ketika kenyataan itu muncul kembali.<br />
menampar keras di wajah berkali-kali.<br />
memuntahkan sejuta ekspektasi di setiap jaringan sel dalam otak.<br />
mencoba memainkan irama-irama satir kehidupan alam bawah sadar.<br />
<br />
tapi kemudian masa depan milik siapa untuk diperdulikan?<br />
ketika tidak ada yang dimiliki sama sekali.<br />
terbiasa hampa yang menjadikan kekosongan menjadi teman.<br />
bebal akan kehidupan nyata dan terlalu lama bermain dalam imaji.<br />
<br />
masa depan yang seperti apa yang harus diperdulikan?<br />
hitam.. gelap.. sepi..<br />
tak ada siapapun didepan.<br />
sepertinya mati. ya masa depan itu mati. tak bernyawa.<br />
bukan sebuah zat yang berbentuk. dia tak ada secuil pun wujud.<br />
<br />
jadi harus memperdulikan siapa sekarang?<br />
<br />sibonbonhttp://www.blogger.com/profile/13273354536635898845noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1692532716466502562.post-48358579283780775562013-01-05T22:00:00.001+07:002013-01-05T22:00:17.124+07:00Menyapa HatiMencoba membuka hati mungkin bagi sebagian orang mudah dalam pelafalannya, tapi nyatanya toh bagi saya sendiri untuk sekedar mengejanya dalam kehidupan nyata sangat payah.<br />
<br />
Seakan hati ini sebuah kapal, dan dia masih saja tertambat pada suatu pelabuhan akan kenangan. Yang ketika perahu itu sudah penuh akan muatan untuk berlayar tapi tetap saja si perahu dengan muka sinisnya masi enggan menarik jangkar kapalnya untuk cepat2 mengembangkan layarnya. <br />
<br />
Kalaupun sebuah peribahasa jawa berkata bahwa "sebuah cinta itu akan muncul karena terbiasa", haruskah seperti itu? menerima seseorang atas dasar kepasrahan akan masa depan yang dia sangsikan sendiri akan kepastiannya. <br />
<br />
Bukankah kita masing-masing berhak memilih. memilih yang terbaik atau bukan yang terbaik. karena pada hakikatnya toh terbaik itu ngga pernah ada. kecuali kau ingin berhadapan dengan Tuhan tentunya Sang Maha Terbaik. Akan lebih tepat jika memilih dengan seseorang yang nyaman.<br />
<br />
Kadang kala berenang dan bahkan terbang melayang ke awan imajinasi dan
kenangan bisa membuat lupa akan segalanya. Lupa akan adanya realita yang
harus dihadapi. Membiaskan yang namanya logika. Mempertebal sekat-sekat standarisasi dalam diri sendiri. Melupakan yang namanya ketidaksempurnaan dalam diri. <br />
<br />
Walau berat tapi tetap saja harus hati ini harus dipaksa atau bila perlu ditampar berkali-kali supaya sadar. Bahwa tidak ada salahnya untuk kali ini berani untuk membuka hati. membiarkan hati ini diam sama saja dengan membunuh perasaan sendiri secara perlahan. Pelan tapi pasti dan lama-lama akan hampa yang dirasa.<br />
<br />
"Hati, melunaklah" ucapku dengan penuh iba, yang saya sendiri lupa kapan terakhir kali saya meminta hati untuk melakukannya.sibonbonhttp://www.blogger.com/profile/13273354536635898845noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1692532716466502562.post-77411636979167620912012-12-19T23:25:00.000+07:002012-12-19T23:25:59.279+07:00Sebuah Catatan Tentang Awaydays Timnas<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi8_B17_sPo-xQS16daFURBsaOTBrigrC_I53EfRWhNHszQcK9CONf51HrqUOnG0X4bA1PmWGVd85ay1ARhhjaHFMLDV26plcQh-XlEuaOw3VSbpIoEVajQyqxtZv5iRo_ravKXi8h6pFo/s1600/IMG_0432.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="297" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi8_B17_sPo-xQS16daFURBsaOTBrigrC_I53EfRWhNHszQcK9CONf51HrqUOnG0X4bA1PmWGVd85ay1ARhhjaHFMLDV26plcQh-XlEuaOw3VSbpIoEVajQyqxtZv5iRo_ravKXi8h6pFo/s400/IMG_0432.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
Banyak yang bilang kalo negara kita itu negara orang yang gila bola. Bahkan untuk yang lebih ekstrem lagi bahwa sepakbola sudah menjadi agama di negara ini. Lalu setali kemudian beberapa orang masih saja mengungkit-ungkit bagaimana hebatnya negara kita dulu yang pernah masuk ke piala dunia, walaupun kenyataannya waktu itu negara kita saja belum terbentuk.<br />
<br />
Terlepas dari segala romantisme masa lalu yang meninabobokan itu, kemarin adalah awaydays pertama saya untuk mendukung timnas bermain diajang AFF Cup 2012. Memang untuk bisa ikut awaydays kali ini sudah saya rencakan sekitar setahun sebelumnya. Bagaimana masalah waktu dan biaya nantinya. Kali ini gelaran AFF Cup seperti biasa dibagi dalam dua pool yang tiap poolnya diselenggarakan pada satu negara tertentu. Tahun ini adalah giliran negara gajah putih Thailand dan Negara Malaysia yang mendapat kehormatan sebagai tuan rumah gelaran AFF Cup. Is this some coincidence atau tidak tapi Indonesia masuk dalam group Malaysia yang orang katakan group maut disaat kondisi persepakbolaan Indonesia sedang dalam tahap getir segetir-getirnya atau apalagi itu jika dapat diperibahasakan. <br />
<br />
<a name='more'></a><br />
Kalau disuruh jujur, mungkin pengalaman paling banyak didapat ketika menonton pertandingan sepakbola itu adalah ketika awaydays. Bagaimana kita menjadi bagian minoritas dari sekumpulan orang yang pasti sangat menginginkan kita kalah tak berdaya. Namun justru disitulah inti dari awaydays. Mulai dari di intimidasi sejak sebelum pertandingan, distadion, dan bahkan pada perjalanan pulang sampai pada berujung ke aksi kekerasan. Cuma itu semua adalah resiko. Sepakbola bukanlah sebuah pertunjukan dimana ada 22 orang yang saling berebut bola, tapi lebih dari pada itu. ada ribuan bahkan jutaan orang yang menggantungkan segala macam yang dimiliki bahkan sampai harga dirinya sendiri disematkan pada olahraga yang bernama sepakbola. Jadi wajar saja ketika justru hal-hal tak penting muncul dan membesar justru diluar dari lapangan hijau sendiri. Mulai dari friksi sampai adu fisik itu sendiri.<br />
<br />
Rencana telah dibuat dan keyakinan untuk berangkat awaydays telah bulat. Datang dengan hanya benar-benar mendukung Timnas bermain tanpa memperdulikan hasil akhir yang akan didapat. Jujur sebelum berangkat ada banyak sekali cibiran tentang niatan saya untuk datang melihat Timnas berlaga. Mulai dari bagaimana mereka menanggapi kualitas Timnas sekarang lalu merembet kepada dualisme kepengurusan. Tapi semua pun saya anggap angin lalu yang justru dengan cibiran itu membuat saya semakin yakin bahwa hanya inilah yang bisa saya lakukan untuk negara saya. Negara yang walau tiap harinya saya sumpah serapahi akan cara pengelolaanya tapi kali ini akan saya bela. Karena bagaimanapun dan seburuk apapun negara ini toh nyatanya saya lahir dan besar disini. Mau tidak mau inilah fakta bahwa Timnas Indonesia merupakan refleksi dari negara Indonesia itu sendiri. Jadi pantaslah ketika Timnas busuk then you'll know the rest of the story right?<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjiHRgYXbpRcyp2QRka-eZNYrD1Lp_DPPDWUWWUtuMM3ol5N4Jx5WDqjiDnLR_J7xCen3GUovpdqTek8kez-uxz1471RmF6lx9G5373Gyem1Wx4cnGgfCnnRuhvoEvXAPiuP2Lfp0h3qjE/s1600/IMG_0110.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="298" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjiHRgYXbpRcyp2QRka-eZNYrD1Lp_DPPDWUWWUtuMM3ol5N4Jx5WDqjiDnLR_J7xCen3GUovpdqTek8kez-uxz1471RmF6lx9G5373Gyem1Wx4cnGgfCnnRuhvoEvXAPiuP2Lfp0h3qjE/s400/IMG_0110.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
Datang tanpa beban dan hanya ingin mendukung timnas bermain. Hanya itulah yang saya pegang. Saya realistis terhadap kondisi timnas sendiri. Bahkan ketika sebelum match melawan Singapura waktu itu saya sempat diwawancara oleh salah satu media nasional dari jakarta tentang kemungkinan hasil akhir lawan Singapura. Saya jawab waktu itu, bahwa dengan hasil imbang saja sudah sangat bersyukur, kalaupun bisa menang itu adalah suatu mukjizat. Namun nyatanya mukjizat itu benar-benar ada kala itu. Indonesia untuk pertama kalinya bisa mengalahkan Singapura berkat gol semata wayang dari AV10. Suara saya bahkan samapi habis kala itu ketika menyadari kita mampu menang! Ya menang, sebuah hal yang diluar akal sehat. Tapi nyatanya kita menang. Saya bersama dengan suporter Indonesia yang tak lebih dari 5000an orang atau bahkan kurang bersuka cita berteriak menandakan bahwa malam itu adalah malam mereka. Dengan kepala tegak dan ponggah kami pulang waktu itu dan berpesta!!<br />
<br />
Seperti diskenario, lawan terakhir Indonesia adalah sang tuan rumah Malaysia dan merupakan laga hidup mati bagi kedua tim untuk bisa lolos ke fase semifinal, Indonesia hanya butuh seri sedangkan malaysia harus menang. Berbekal kemenangan melawan Singapura, tentu optimisme orang-orang untuk melihat timnas berlipat ganda. Dukungan pun datang, banyak suporter dari Indonesia yang berdatangan untuk laga ini. Bahkan sekitar 15.000 tiket yang disediakan KBRI waktu itu. Saya bisa katakan bahwa laga ini syarat emosi. Isu-isu panas terus saja menggelinding baik melalui social media maupun dalam situasi nyata. Media pun terus saja memainkan isu tersebut terutama media lokal. Tak pelak yang menjadi imbas adalah para suporter Timnas yang ada di malaysia. Isu akan pemukulan kembali menyeruak setelah sebelumnya pada laga setelah melawan Singapura dalam perjalanan pulang ada beberapa suporter Indonesia yang menjadi korban pemukulan suporter Malaysia.Tapi toh walau memang terjadi pemukulan saya tidak akan membahasnya terlalu dalam. Karena mungkin pertandingan tersebut akan menjadi salah satu pertandingan yang tidak akan saya lupakan sepanjang hidup saya. Kita kalah 2-0 waktu itu dan bahkan sejak gol pertama supoter Indonesia disana sudah muali mengeluh. Tak ada lagi raut optimisme di wajah mereka seperti pada saat awal-awal laga. Lemparan demi lemparan mulai masuk ke pinggir lapangan. Targetnya mulai dari anak gawang sampai ke polisi. Say ingat betul muka-muka beberapa pelempar, you sucks! Bukannya mendukung mala melempar dan duduk. Ketika Tim yang didukung butuh disupport secara moral tapi nyatanya dari suporter sendiri tidak ada respon apa-apa. Puncaknya adalah ketika gol ke dua bersarang. Satu demi satu suporter Indonesia yang sebagain besar buruh migran di Malaysia mulai pulang yang disertai cemoohan dari suporter lawan. Bahkan sekitar 10 menit sebelum laga usai tribun Indonesia sepi.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhS0CRt74rinpLMKLzl-u5s9AYb6D9kiLMFJgECTJR7z2ALcitb2bWLXkbA46V84T6QOej5yC6GYe_VCzuGx3KiP9O7zXAoGimpXdnEp6gxNe4rzLZAP3Wi-C7fMYP0aKOPBgZ4eSsCDFg/s1600/IMG_0446+copy.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="298" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhS0CRt74rinpLMKLzl-u5s9AYb6D9kiLMFJgECTJR7z2ALcitb2bWLXkbA46V84T6QOej5yC6GYe_VCzuGx3KiP9O7zXAoGimpXdnEp6gxNe4rzLZAP3Wi-C7fMYP0aKOPBgZ4eSsCDFg/s400/IMG_0446+copy.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
<br />
Saya masih berdiri berteriak dan maju ke pagar pembatas terdepan bersama dengan beberapa teman2 suporter yang sebagian besar saya tahu mereka adalah suporter yang datang dari Indonesia. Kami tak henti berteriak dan bertepuk tangan untuk Timnas kala itu dan berharap ada mukzizat kedua bagi Timnas dimalam itu. Tapi kenyataan berjalan lain. Timnas kalah, tapi itu tak menyurutkan suara saya dan teman-teman lain. Kami masi berteriak menyebut nama Indonesia. Ya, dan hanya itulah yang bisa kami lakukan untuk mengobati kekecewaan pada malam itu atau paling tidak hanya ini yang bisa kami lakukan untuk membalas segala kerja keras pemain Timnas dilapangan. Dan untuk pertama kali dalam hidup saya, ada tetes air mata yang membasahi pipi saya waktu itu. Saya menangis sembari berteriak nama negara saya di depan para pemain timans yang menghampiri kami di akhir laga. Negara yang selalu saya cemooh ini berhasil membuat saya menangis hanya karena menyebut namanya. Kami kalah waktu itu, kami tertunduk lesu. Tapi kami semua yang tersisa di pertandingan itu masi bisa bangga. Tak akan pernah ada yang sia-sia untuk apa yang dilakukan.<br />
<br />
Ketika pulang, ada seorang teman menghampiri dan berkata pada saya. Kira-kira seperti ini yang diucapkan "ngapae pake baju timnas, wong yang maen aj bukan timnas yang jago kok" panas kuping saya mendengar ucapannya waktu itu dan saya timpali"timnas itu cuma satu, ya timnas Indonesia dan bukan yang lain!" dan yakinlah tidak ada yang sia-sia ketika mendukung apa-apa yang kita cintai khususnya dalam hal ini Timnas Indonesia. Karena toh kita sama-sama tahu ngga ada yang benar-benar bisa dibanggakan dengan Timnas. Tapi jika cinta, semua akan berbeda karena semua sekat itu akan hilang. Baik dan buruk itulah Timnas Indonesia. Terserah penilaian orang dengan Timnas, tapi saya akinkan pada diri saya sendiri bahwa saya akan tetap mendukung mereka dimanapun mereka berlaga. And the next destination will be Piala Asia! Ciao...<br />
<br />sibonbonhttp://www.blogger.com/profile/13273354536635898845noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1692532716466502562.post-14828241984265450102012-12-17T19:58:00.001+07:002012-12-17T22:48:22.064+07:00Enam"Satu, dua, tiga, empat, lima, enam... Yak tepat setengah tahun!" gumamku lirih sambil melihat lembaran terakhir kalender yang tinggal hitungan hari lagi akan teronggok tak terpakai.<br />
<br />
Sudah hampir enam bulan lamanya sejak kejadian itu. Aku masih saja ingat suasana dingin dan bentuk bulan purnama yang hadir pada malamnya. Merah kemerahan warnanya, aku ingat karena cuma dia saja yang tahu akan segala hal yang terjadi padaku selepas terakhir bertemu denganmu.<br />
<br />
"Heiy kamu.." <br />
"Apa kabarnya selama ini? Gimana kabar bapak ibu dirumah?"<br />
"Hmm.. Ohya, gimana kerjaan? Udah nyaman kan? Atau masi pengen pindah?"<br />
"Rencana ke luar negeri nya udah sampe mana?"<br />
"Maaf ya kalo ak tanya banyak-banyak, habis lama ga ketemu sih" pungkasku sambil sedikit menundukkan kepala.<br />
<br />
Masi banyak ya ternyata yang ingin aku tau tentang kamu yang sekarang. Tapi ya itu tadi, aku cuma kadang suka ingat kamu aja dari beberapa hal yang kadang diluar dari apa yang sering aku pikirkan yang ada disekitarku. Lalu muncul deh pertanyaan2 diatas. <br />
<br />
Halo kamu, mau teh hangat?<br />
<br />
sibonbonhttp://www.blogger.com/profile/13273354536635898845noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1692532716466502562.post-75663559783058025032012-12-14T00:17:00.000+07:002012-12-17T23:04:40.292+07:00Bekerja Untuk Siapa?<br />
Bekerja, apapun itu as long as i feel in love with it i will do it. Itu yang selama ini saya lakukan. Layaknya melakukan kesenangan bagi diri sendiri. melakukan apapun asal diri ini senang dan tanpa merugikan orang lain. Walau kadang memang hasil yang didapat tidak seberapa cuma kalau diekmbalikan ke khittah saya dalam bekerja itu tidak menjadi mengapa toh saya juga masih sendiri ini. Belum ada anak orang yang harus saya tanggung hidupnya. So, why so serious.. :p<br />
<br />
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=1692532716466502562" name="more"></a><br />
<a name='more'></a><br />
Jikalau posisi saya sedang melamar pekerjaan dan diberi tiga pertanyaan tentang pekerjaan yang ideal menurut saya, maka seperti inilah garis besarnya. Kalau disuruh memilih antara kerja dilapangan atau dilingkup ruangan saya akan memilih bekerja di dalam ruang. Takut panas? ah maskulin sekali saya. Cuma memang kadang kondisi tubuh yang selalu saja tidak bisa berkompromi jika harus dipaksakan bekerja di luar. <br />
<br />
Pertanyaan selanjutnya adalah bekerja secara wiraswasta atau mengabdi pada orang, untuk yang kedua ini saya lebih memilih pada pilihan pertama. Bekerja wiraswasta bukan berarti lalu seenak jidat dan diibaratkan menjadi bos. Bukan itu, malah lebih berat jika dibandingkan dengan pilihan kedua untuk bekerja pada orang lain yang untuk tiap bulannya pasti sudah pasti. Menjadi wiraswasta itu sejatinya sudah ada dan ditakdirkan pada orang-orang yang bahkan sebelum lahir pun didalam janin dia sudah berpikir usaha apa nantinya yang akan dibuka ketika lahir di dunia. Sedangkan sebagian banyak orang lainnya yang tidak diberi jiwa wiraswasta sejak lahir, harus terlebih dulu pontang-panting mengikuti banyak seminar dan bagai mengkuti lomba untuk meretwet twit2 dari para motivator2 yang justru semakin banyak mereka meretwet maka semakin banyak pula yang mereka abaikan. hmm.. tapi itulah yang dilakukan hanya untuk menumbuhkan jiwa wiraswasta dalam dirinya. Tapi tentu bekerja pada orang lain bukanlah sesuatu yang jelek pula. Kedua orang tua saya pun bekerja pada orang, kecuali eyang putri saya yang dia berjualan di pasar. Bekerja pada orang untuk mencari ilmu dan kemudian membuka sendiri dengan inovasi dan ide segar adalah salah satu cara pula untuk menjadi seorang wiraswasta yang handal.<br />
<br />
Nah, untuk pertanyaan ketiga adalah menjadi seorang freelance atau bekerja menetap. Hmm.. agak susah sik. Dua-duanya sama saja, ketika ada yang bilang freelance lebih enak karena waktunya banyak dan bisa kerja dimana saja, mungkin saya akan mengamini untuk statement yang kedua. Untuk masalah waktu sik sebenarnya sama cuma tinggal bagaimana orang tersebut bisa memanage waktunya, Ya mungkin saja kalian melihat orang tersebut kalo siang main lalu tidur terlelap disaat kalian bekerja tapi tahukah kamu ketika malam justru mereka aktif bekerja. Bahkan tak tentu waktunya. Dan jika ada yang bilang kalau freelance itu enak bisa jadi bos sendiri itu juga tidak sepenuhnya benar juga. Toh yang memberi mandat project kepada seorang freelance juga bisa dianggap sebagai bos dalam tanda kutip merangkap sebagai klien juga.<br />
<br />
Menjadi seorang yang bebas, baik secara finansial maupun waktu. Siapa sih yang ga suka dengan hal tersebut? Impian tiap orang untuk bisa seperti itu, bahkan mungkin yang sering ikut berbagai macam seminar motivasi rasanya sudah mahfum dengan kalimat tersebut. Namun nyatanya banyak yang belum berani berspekulasi untuk mampu berdiri sendiri. Ya memang jangan lalu dimakan mentah untuk langsung bisa mandiri. Mandiri dalam artian ketika semua sudah direncanakan dengan matang. Tetap sebelum memulai segala sesuatu harus dimulai dengan yang namanya riset dulu. Jadi jangan seperti orang yang bunuh diri. Konyol itu namanya.<br />
<br />
Saya sendiri lebih suka untuk bekerja sendiri, mengatur segalanya baik dari hal kecil sampai urusan besar. Ikut membantu ekonomi orang lain dan bertanggung jawab terhadap apa-apa yang dihasilkan untuk kepentingan lingkungan. Ya, saya ingin memiliki sebuah perusahaan sendiri! Semua sedang dalam tahap perencanaan. Tapi bagaimana jadinya ketika yang terjadi nantinya justru saya berputar halauan menjadi bagian dari korporasi suatu perusahaan?sibonbonhttp://www.blogger.com/profile/13273354536635898845noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1692532716466502562.post-89506817510875551992012-11-09T23:34:00.001+07:002012-11-09T23:34:55.205+07:00Persepsi<span style="font-family: inherit;">Kita semua ingin berubah. Berubah jadi apa yang masing-masing impikan atau paling tidak berubah sesuai dengan kemauan. Yang sering sekali jadi masalah adalah ketika kita mulai ingin menentukan kemauan orang agar sejalan dengan apa yang kita inginkan, sehingga aku kamu dan dia bisa berubah bersama-sama secara sama tanpa beda. </span>Ini yang susah. Kita tidak akan pernah sama. Bahkan dalam penciptaan manusia pun tidak ada yang sama satu dengan yang lainnya. Yang ada hanyalah kemiripan.<br />
<br />
Sudah berulang kali saya mendengar ucapan orang-orang yang berusaha untuk merubah orang lain agar sesuai dengan apa yang dia inginkan. Hasilnya? Useless. Hanya sedikit sekali yang berhasil sedangkan sebagin besarnya berakhir dengan kekecewaan. Ego mereka terlalu besar untuk mampu memaksakan kehendak mereka ke orang lain. Merubah orang lain itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Karena semua itu berawal dari diri sendiri, toh kalo belum bisa sepenuhnya merubah diri sendiri janganlah terlalu sok berkuasa menjadi seseorang yang paling pantas akan kehidupan orang lain. Bahkan Tuhan saja tidak pernah memaksakan kehendaknya, so who are you that act more than GOD?<br />
<br />
Semua yang ada sebenarnya hanya permainan persepsi. Karena pada hakekatnya tiap manusia itu cuma pengen denger apa yang dia denger, melihat apa yang dia ingin lihat. Jadi kalaupun ada yang tidak sesuai, anggaplah angin lalu. Karena menjadi percuma ketika ingin menjadikan segala sesuatu yang beda itu sama seperti apa yang dipikirkan dengan diri sendiri,<br />
<br />sibonbonhttp://www.blogger.com/profile/13273354536635898845noreply@blogger.com0